Cerita Dekan Unisba Rela Urus Sampah Langsung di Kampus, Tak Ingin Kejadian ‘Bandung Lautan Sampah’ Terulang
Begini kisah dosen Unisba rela urus sampah di kampus
Fokus di bidang akademik tak membuat seorang dosen Universitas Islam Bandung (Unisba), Muhammad Satori lepas tangan dengan kondisi lingkungan sekitar. Ia lantas mengembangkan sistem Eco Campus agar kejadian “Bandung Lautan Sampah” terulang.
Belakangan, Kota Bandung memang masih berkutat terkait penanganan sampah yang membludak. Sebenarnya kejadian tersebut bukan kali ini terjadi. Dahulu, permasalahan seputar sampah pernah terjadi saat TPA Leuwigajah mengalami longsor.
Untuk melanjutkan membaca.
Satori mengaku kejadian tersebut menjadi contoh betapa pentingnya pengelolaan sampah yang bijak, sehingga sistem menampung di suatu lahan sudah tidak lagi efektif.
Ia berharap pengembangan Eco Campus bisa efektif dalam penanggulangan masalah sampah yang tak pernah usai.
Ubah Mindset Tentang Sampah
Hal yang dijalankan melalui Eco Campus sebenarnya cukup sederhana, yakni dengan mengubah cara pandangan orang tentang sampah yang harus dibuang. Foto: Pemkot Bandung
Dirinya berpendapat bahwa sampah sangat mungkin didaur ulang secara mandiri, sehingga mengurangi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Tata kelola yang mengganggap TPA itu segalanya ada keliru. Sebelumnya pada tahun 2000 saya sudah mengembangkan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) tapi jangankan terimplementasi, direspon saja sangat minim,” tuturnya, mengutip Pemkot Bandung, Rabu (6/3).
Untuk melanjutkan membaca.
Membiasakan untuk Memilah Sampah di Kampus
Menurut dekan Fakultas Teknik dan Pembina Clean and Green Unisba ini, pengembangan program Eco Campus harus melibatkan seluruh unsur di kampus, termasuk lembaga swadaya masyarakat.
Seluruh unsur kampus kemudian dibiasakan dengan kegiatan memilah sampah organik dan non organik, kemudian mengolahnya menjadi benda yang terpakai.
“Setelah memilah, lalu mengolah sampah yang sudah terpilah organik, anorganik dan residu. Untuk organik kita bisa olah menjadi kompos. Anorganik bisa kita jual atau serahkan ke bank sampah. Terakhir residu, baru diangkut ke TPA,” jelasnya.
Mengolah Sampah Menjadi Kompos
Satori menambahkan, agar program Go Green Unisba ini berjalan dengan baik, perlu ada keterlibatan seluruh unsur seperti internal kampus, mahasiswa sampai eksternal.
Selain itu, peran dari pemerintah juga akan menentukan keberhasilan program untuk kesadaran lingkungan.
“Office Boy mengambil sampah di dapur setiap lantai untuk dipilah. Sore harinya dibawa ke saung kompos untuk diproses menjadi kompos”, terangnya.
Saat ini sampah yang didapat dan dikelola di kampus akan diolah menjadi kompos. Pengelolaan di sini memakai bata terawang atau bata berongga dan takakura yang sudah dikembangkan di berbagai daerah.
“Kompos tersebut digunakan untuk sayuran di sekitar kampus. Hasil panen akan dibagikan pada saat jumat berkah,” ucapnya.
Ia juga meminta kepada seluruh unsur agar mengurangi produksi sampah dengan menghindari penggunaan produk sekali pakai, dan menyerahkan sampah ke bank sampah.
“Terakhir mulailah membuang sampah sesuai jenisnya,” tambahnya
Penduduk desa di sini 90% adalah orang Sunda dan pendukung setia Persib.
Sosok pria berpangkat Brigadir Jendera TNI ini memberikan dampak yang besar bagi Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Bangunan SMP N 16 Kota Cirebon saat ini sudah berusia 108 tahun.
Untuk melanjutkan membaca.
Ribuan telur asin itu diangkut menuju ke JIS, Jakarta, Jumat malam.
Cerita Mucikari Anak Sekolah Tobat dan Langsung Mualaf Gara-gara Dapat Mimpi Berangkat ke Tanah Suci.
Kampung ini memiliki nuansa bersejarah yang kental.
Jalan setapak, bangunan sekolah sampai lapangan bola kini berubah menjadi lautan.
Kakek ini diketahui berjualan di sekitar GBLA, Bandung.
Bikin miris, sejumlah pasangan yang masih duduk di bangku sekolah digerebek warga dalam kamar kos.